Sabtu, 08 Januari 2011

Kamera Digital Sebagai Trend Perkembangan Teknologi Informasi

komunikasi mempengaruhi perubahan perilaku, cara hidup bermasyarakat dan nilai – nilai. Perubahan ini terjadi tentunya sejalan dengan perkembangan teknologi komunikasi yang ada. Selama sepuluh tahun terakhir ini perkembangan teknologi komunikasi semkain pesat, di dunia pada umumnya dan di Indonesia pada khususnya. Hampir semua produksi komunikasi yang muktahir masuk pula ke Indonesia terutama di kota – kota besar seperti Jakarta, Medan, Surabaya, Mkasar dan lain – lain. Perubahan yang kita saksikan memang dihembuskan oleh angin Negara – Negara yang telah maju dan berkembang. Pengaruh perubahan ini tampaknya tidak dapat dihindarkan tanpa memperhatikan atau mengenal batas – batas suatu Negara. Berbagai teknologi baru telah diterapkan dalam masyarakat terutama di kota – kota besar dalam berbagai dimensi kehidupan komunikasi sehari – hari, dari segi komunikasi interpersonal, komunikasi massa ataupun lainnya.
Informasi merupakan unsure dasar dalam proses komunikasi. Penggunaan istilah informasi merupakan sarana untuk menunjukan fakta atau data yang dapat diperoleh selama tidakan komunikasi berlangsung. Manakala kita berbincang dengan lawan bicara kita, pada saat kita membaca Koran, majalah, buku, selebara, spanduk, papan reklame, ataupun sebuah foto. Pengumpulan sebuah data dan fakta, seperti yang dilakukan wartawan dalam menghimpun keterangan dan penjelasan dari sumber berita baik itu berupa tulisan maupun gambar. Sebagai unsur penguat dari sebuah berita ataupun informasi yang disampaikan.
Salah satu trend yang saat ini berkembang dikalangan masyarakat dalam menyampaikan sebuah informasi ataupun mendapatkan sebuah informasi adalah fotografi. Dimana kamera sebagai media atau alat yang digunakan dalam melakukan aktifitas fotografi tersebut.
Pada awal mula kemunculan fotografi, fotografi sendiri bersfungsi sebagai alat bantu bagi pelukis dalam mendapatkan gambar yang sesuai dengan realitas yang ada. Kamera pertama yaitu “obscura” sendiri ukurannya tidak seperti kamera pada era sekarang yang sangat simple dan praktis. Sehingga mampu di bawa kemana – mana. Obscura pertama kali ditemukan oleh George Brander pada tahun 1769. Alat yang bekerja seperti mata ini pun akhirnya berkembang bahkan menjadi sebuah gaya hidup baru dalam masyarakat kebanyakan.









Hingga sekarang kamera berfungsi sebagai penyampai sebuah informasi ataupun pesan atas sebuah peristiwa yang ada. Terutama dalam bidang jurnalistik. Media yang digunakan pada saat ini pun telah berkembang dengan sangat pesat. Dimulai dari media perekam berupa wite plat, atau piringan kaca yang di lapisi oleh chemical khusus, film, hingga sampai saat ini berupa media perekam digital. Melalui kamera masyarakat mampu merekam segala momentum yang tidak bias terulang kembali. Melalui kamera juga seseorang tidak perlu berada dalam sebuah kejadian untuk mengetahui momentum apa yang telah terjadi.
Reaksi Masyarakat Terhadap Perkembangan Kamera
Di Indonesia sendiri fotografi mulai dikenal dan berkembang pada era tahun 1970an. Baru pada era 90an fotografi sangat dikenal dan berkembang dengan pesat. Pada tahun 2010 sendiri US survey end-user mobile imaging mencatat terdapat lebih dari 2000 responden berkualitas mengenai teknik memotret. Ini belum ditambah dengan jumlah pengguna kamera amatir seperti pocket kamera ataupun kamera hendphone yang saat ini hampir terdapat di seluruh handpone yang beredar dipasaran.
Kamera digital Standalone sering dibagi oleh beberapa anggota keluarga dan mungkin hanya dilakukan selama utama mengambil foto-peristiwa seperti liburan, hari libur, dan ulang tahun. Kamera ponsel, di sisi lain, adalah perangkat pribadi yang banyak konsumen membawa dengan mereka setiap saat. Dengan demikian, mereka ideal untuk kesempatan foto spontan. Karena konsumen akan lebih mungkin untuk mencetak dan berbagi foto dari kamera telepon ini selama kualitas yang diterima, produsen handset harus fokus pada pengembangan ponsel kamera dengan resolusi tinggi, mengurangi shutter lag, dan kemampuan anti-shake. Carrie Sylvester, Senior Research Analyst di InfoTrends, menyatakan, "Tidak ada keraguan bahwa konsumen menikmati spontanitas dengan ponsel kamera yang memungkinkan mereka untuk mengambil foto. Kemampuan untuk berbagi foto-foto ini sementara pada saat melalui pesan gambar dan alat elektronik lainnya menawarkan motivasi lebih lanjut untuk fotografi mobile. Konsumen di survei kami menunjukkan bahwa selain kualitas gambar yang lebih tinggi, ketersediaan metode yang lebih nyaman berbagi akan menghasut mereka untuk berbagi lebih dari foto yang mereka ambil dengan ponsel mereka. "
Hal ini tentu cukup untuk menunjukan reaksi positif atas keberadaan kamera itu sendiri. Salah satu bukti kongkrit lainnya nya berkenaan tentang fenomena penggunaan kamera adalah aktifitas jejaring social yang menunjukan betapa masyarakat saat ini mampu menggunakan kamera walaupun sebatas automatic.
Tak sedikit pula media massa yang melihat gejala fenomena social yang saat ini berkembang dalam dunia fotografi. Foto menjadi sebuah informasi kedua dalam menyampaikan fakta ataupun relaitas yang ada. Berbagai rubric yang berkenaan tentang fotografipun mulai bermunculan di beberapa media. Kompas contohnya. Media surat kabar yang sudah tidak diragukan lagi kapasitasnya ini mengeluarkan rubric klinik foto yang terbit setiap hari selasa. Berbagai tips dan trik dalam sesi pemotretan dikupas habis tiap minggunya.


Perubahan Aspek Sosial, Budaya dan Ekonomi
Aspek social
Tidak dipungkiri dengan kemunculan kamera yang semakin mudah terjangkau oleh kalangan manapun sangat memiliki dampak yang cukup besar. Secara serempak seluruh kalangan kini mampu menyandang predikat sebagai fotografer, menagkap momen – moment yang tak terjangkau oleh maedia dan kemudian di sebarkan ke khalayak banyak. Baik itu melaui media internet, ataupun melalui media itu sekalipun. Hampir di tiap sudut kota seolah – olah memiliki mata yang siap merekam sebuah kejadian penting dimanapu dan kapanpun. Hal ini tentu saja tak lepas dari kehadiran kamera yang semakin marak.
Kejahatan – kejahatan yang timbul dari kamera pun semkain marak terjadi. Sering kita menemui kasus – kasus foto kasmaran yang beredar di internet maupun di media – media cetak ataupun elektronik. Hal ini juga didukung dengan perangkat software yang mampu memanipulasi foto dari hasil sebuah kamera. Dan sangat jelas bahwa kamera mampu memberikan sebuah informasi dari sebuah foto.
Aspek Budaya
“Gak narsis gak eksis”. Ungkapan yang sudah tak asing lagi dikalangan muda. Budaya narsis yang berkembang mulai dari foto diri, aktifitas bersama, sampai mengabadikan wilayah prifasi menjadi sebuah pergeseran budaya yang terjadi, yaitu budaya narsis. Tak heran jika internet dianggap menimbulkan efek negative, dan kamera sebagai alat memiliki peran yang sangat penting dalam hal ini. Dengan kamera, budaya timur yang menjunjung tinggi etika dan estetika kini mampu bergeser dengan sangat cepat dengan kehadiran kamera.
Aspek Ekonomi
Melalui kamera kita mampu mengabadikan moment yang tak mungkin terulang kembali, bahkan banyak yang mengatakan bahwa kamera merupakan mesin waktu yang sangat membantu kita untuk merasakan kembali atas apa yang telah lampau terjadi. Dan foto pernikahan atau yang lebih kita kenal dengan istilah wedding dan prewedding menjadi sebuah peluang yang sangat menjanjikan dalam pemanfaatan kamera, sehingga menjadi sebuah bisnis dokumentasi. Warta foto, freelancer, maupun para stringer media cetak pun menggunakan kamera sebagai mesin pencetak uang mereka. Ada yang dibayar perfoto, ada pula yang memang terikat oleh sebuah instansi media cetak.
Peran Pemerintah
Walupun dirasa lambat dan kurang mampu menguasai permasalahan perkembangan teknologi fotografi khususnya kamera dalam hal ini. Namun pemerintah telah membuat sebuah formula untuk menekan dampak negative dari proses divusi inovasi tersebut. Melalui undang – undang no. 11 tahun 2008 tentang informasi dan transaksi elektronik pemerintah mencoba untuk melindungi hak – hak masyarakat atas tidakan yang terjadi pada dirinya, baik itu berupa pencemaran nama baik melalui menipulasi foto maupun pencurian data foto, hingga hak cipta atas sebuah karya foto.
Karna perkembangan kamera yang saat ini menggunakan system digital, maka undang – undang ini pun berlaku atas segala bentuk pelanggaran yang terjadi. “Sistem elektronik juga digunakan untuk menjelaskan keberadaan sistem informasi yang merupakan penerapan teknologi informasi yang berbasis jaringan telekomunikasi dan media elektronik, yang berfungsi merancang, memproses, menganalisis, menampilkan, dan mengirimkan atau menyebarkan informasi elektronik. Sistem informasi secara teknis dan manajemen sebenarnya adalah perwujudan penerapan produk teknologi informasi ke dalam suatu bentuk organisasi dan manajemen sesuai dengan karakteristik kebutuhan pada organisasi tersebut dan sesuai dengan tujuan peruntukannya. Pada sisi yang lain, sistem informasi secara teknis dan fungsional adalah keterpaduan sistem antara manusia dan mesin yang mencakup komponen perangkat keras, perangkat lunak, prosedur, sumber daya manusia, dan substansi informasi yang dalam pemanfaatannya mencakup fungsi input, process, output, storage, dan communication.”
Media massa, khususnya media cetak yang memang menggunakan perangkat berupa kamera pun telah memiliki kode etik jurnalistik pewarta foto. Segala bentuk pelanggaran berupa manipulasi foto ataupun informasi berita akan dikenakan sanksi yang cukup berat. Salah satu contoh adalah kasus fotografer inggris yang memanipulasi sebuah foto tentara Inggris yang mengencingi para tawanan irak, yang di muat di majalah terkemuka TIMES.

teori teori pertekom

Teori Determinisme Teknologi (Technological Determinism
Theory)
Teori ini dikemukakan oleh Marshall McLuhan pertama kali pada tahun 1962 dalam tulisannya The Guttenberg Galaxy: The Making of Typographic Man. Ide dasar teori ini adalah bahwa perubahan yang terjadi pada berbagai macam cara berkomunikasi akan membentuk pula keberadaan manusia itu sendiri. Teknologi membentuk individu bagaimana cara berpikir, berperilaku dalam masyarakat dan teknologi tersebut akhirnya mengarahkan manusia untuk bergerak dari satu abad teknologi ke abad teknologi yang lain. Misalnya dari masyarakat suku yang belum mengenal huruf menuju masyarakat yang
memakai peralatan komunikasi cetak, ke masyarakat yang memakai peralatan komunikasi elektronik.
McLuhan berpikir bahwa budaya kita dibentuk oleh bagaimana cara kita berkomunikasi. Paling tidak, ada beberapa tahapan yang layak disimak. Pertama, penemuan dalam teknologi komunikasi menyebabkan perubahan budaya. Kedua, perubahan didalam jenis-jenis komunikasi akhirnya membentuk kehidupan manusia. Ketiga, sebagaimana yang dikatakan McLuhan bahwa “Kita membentuk peralatan untuk berkomunikasi, dan akhirnya peralatan untuk berkomunikasi yang kita gunakan itu akhirnya membentuk atau mempengaruhi kehidupan kita sendiri”.

Teori Imperialisme Budaya (Cultural Imperialism Theory)

Teori ini pertama kali dikemukakan oleh Herb Schiller pada tahun 1973. Tulisan pertama Schiller yang dijadikan dasar bagi munculnya teori ini adalah Communication and Cultural Domination. Teori imperialisme budaya menyatakan bahwa Negara Barat mendominasi media di seluruh dunia ini. Ini berarti pula, media massa negara Barat juga mendominasi media massa di dunia ketiga. Alasannya, media Barat mempunyai efek yang kuat untuk mempengaruhi media dunia ketiga. Media Barat sangat mengesankan bagi media di dunia ketiga. Sehingga mereka ingin meniru budaya yang muncul lewat media tersebut. Dalam perspektif teori ini, ketika terjadi proses peniruan media negara berkembang dari negara maju, saat itulah terjadi penghancuran budaya asli di negara ketiga. Kebudayaan Barat memproduksi hampir semua mayoritas media massa di dunia ini, seperti film, berita, komik, foto dan lain-lain. Mengapa mereka bisa mendominasi seperti itu? Pertama, mereka mempunyai uang. Dengan uang mereka akan bisa berbuat apa saja untuk memproduksi berbagai ragam sajian yang dibutuhkan media massa. Bahkan media Barat sudah dikembangkan secara kapitalis. Dengan kata lain, media massa Barat sudah dikembangkan menjadi industri yang juga mementingkan laba.

Teori Persamaan Media (Media Equation Theory)

Media Equation Theory atau teori persamaan media ini ingin menjawab persoalan mengapa orang-orang secara tidak sadar dan bahkan secara otomatis merespon apa yang dikomunikasikan media seolah-olah (media itu) manusia? Dengan demikian, menurut asumsi teori ini, media diibaratkan manusia. Teori ini memperhatikan bahwa media juga bisa diajak berbicara. Media bisa menjadi lawan bicara individu seperti dalam komunikasi interpersonal yang melibatkan dua orang dalam situasi face to face. Misalnya, kita berbicara (meminta pengolahan data) dengan komputer kita seolah komputer itu manusia. Kita juga menggunakan media lain untuk berkomunikasi. Bahkan kita berperilaku secara tidak sadar seolah-olah media itu manusia. Dalam komunikasi interpersonal misalnya, manusia bisa belajar dari orang lain, bisa dimintai nasihat, bisa dikritik, bisa menjadi penyalur kekesalan atau kehimpitan hidup. Apa yang bisa dilakukan pada manusia ini bisa dilakukan oleh media massa.